Jika pada tahun silam, oleh PBB ditetapkan menjadi tahun keanekaragaman hayati Internasional, maka pada tahun 2011 ini, dicanangkan sebagai tahun hutan Internasional. Seperti dikutip darisitus National Geographic Indonesia, “2011 harus jadi tahun bagi dunia untuk menyadari pentingnya hutan bagi kehidupan di Bumi, untuk orang dan keanekaragaman hayati,” kata Julia Marton-Lefèvre, direktur IUCN.
Dengan menyelamatkan hutan, bukan hanya keragaman satwa yang terpelihara, ada tujuan besar lain yang akan dicapai. Tujuan tersebut adalah mengurangi kemiskinan, menekan laju perubahan iklim, serta mempertahankan laju perkembangan, Demikian tertera pada pernyataan International Union for Conservation of Nature (IUCN). Pada tahun 2011, IUCN berencana menghasilkan temuan baru dari berbagai penelitian, mempromosikan restorasi, dan melanjutkan agenda REDD+ yang sudah berjalan pada tahun 2010.
Terkait dengan pencanangan Tahun Hutan Internasional 2011, menarik untuk dibahas mengenai nasib Hutan Mangrove atau Hutan Bakau kita saat ini yang semakin hari kian menyusut kapasitasnya. Sebagai gambaran (dikutip dari tulisan Harry Jusron Harian Investor Daily, 22 April 2009), Pada tahun 1997 saja luas hutan Mangrove di Pulau Jawa sudah tinggal 19.077 Ha saja. Penyusutan terbesar terjadi di Jawa Timur, dari luasan 57.500 Ha menjadi hanya 500 Ha (8%), kemudian di Jawa Barat dari 66.500 Ha tinggal 5000 Ha. Sedangkan di Jawa Tengah, tinggal 13.577 Ha dari 46.500 ha (tinggal 29%).
Lantas bagaimana nasib Hutan Mangrove di Bekasi dan Jakarta?. Nasibnya tak kalah memprihatinkan. Dari berita di Tempointeraktif 4 April 2008, Hutan mangrove atau bakau di wilayah pesisir utara Kabupaten Bekasi, nyaris habis. Sebagian besar hutan yang terdapat di tiga kecamatan yaitu Tarumajaya, Babelan, dan Muara Gembong, itu telah beralih fungsi menjadi tambak. Kepala Dinas Pengendalian Dampak Lingkungan dan Pertambangan (DPDLP) Kabupaten Bekasi Bambang Sulaksana mengatakan mayoritas hutan mangrove rusak berat. “Terjadi penebangan besar-besaran,” kata Bambang dalam siaran pers yang diberikan kepada Tempo. Dinas Pengendalian mencatat, komposisi antara hutan mangrove dengan luas empang kini terbalik. Area hutan mangrove 45 tahun (1943) silam seluas 15.444.44 hektare, kini hanya 2.080 hektar. Sebaliknya luas tambak di tiga kecamatan pesisir pantai utara itu semakin luas. Area tambak 44 tahun lalu hanya 326,89 hektar kini meluas 10.729.06 hektar.
Pada tahun 1939, DKI Jakarta memiliki Hutan Mangrove seluas 1.210 Ha (Backer, 1952). Saat ini Hutan Mangrove hanya tinggal seluas 99,82 Ha sebagai taman wisata alam di Angke, Kapuk. Awalnya areal ini 90% dalam keadaan rusak berat, tetapi pada akhir 2008 telah direhabilitasi dan ditanami kembali berbagai jenis Mangrove seluas 62 Ha. Hasil ini tidak dengan mudah dicapai, karena harus berhadapan dengan petambak liar yang memotong batang yang telah dewasa dan meracuninya, sebagaimana dikutip daritulisan Harry Jusron, “Hutan Mangrove di Jakarta Merana” dalam artikel di Media Indonesia 21 Juni 2009.
Menurut Kepala Bidang Indikator Sistem Iptek di Kementerian Negara Riset dan Teknologi ini, Beberapa kali telah dilakukan penanaman mangrove dalam acara seremonial, tetapi setelah acara selesai, mangrove ditinggal merana sendiri tanpa penjagaan dan pemeliharaan, sehingga banyak yang mati diterjang ombak, tertutup sampah plastik atau dicabut orang. Seremoni ini adalah bukti kemunafikan terhadap lingkungan, menanam mangrove untuk popularitas, bukan karena cinta lingkungan.
Dalam artikel tersebut juga dijelaskan fungsi Hutan mangrove sangat berjasa untuk kehidupan pantai, akarnya dapat menyerap logam berat, mampu menahan abrasi dan intrusi air laut ke daratan, melambatkan arus pasang surut, menahan sedimentasi dari daratan dan tegakannya berfungsi sebagai penahan gelombang. Fungsi biologisnya antara lain sebagai sumber hara untuk kehidupan hayati laut, juga menjadi sumber pakan burung, mamalia dan reptil.
Mangrove menghasilkan oksigen lebih besar dibanding dengan tumbuhan darat, pemelihara iklim mikro dan pencegah keasaman tanah. Untuk anakan beberapa jenis ikan dan udang, hutan mangrove adalah tempat mengasuh, mencari makan dan pemijahan. Dari kulit kayu mangrove dapat dihasilkan tanin sebagai bahan pembuat tinta, plastik dan perekat. Hutan mangrove yang lebat akan menarik burung-burung untuk bersarang atau beristirahat, sehingga dapat menjadi areal wisata birdwatching.
Betapa banyak manfaat Hutan Mangrove bagi kehidupan manusia. Dan mencermati semakin berkurangnya areal hutan ini, kita semua akan didera kekhawatiran pada dampak ekologis yang kemungkinan timbul akibat reduksi kapasitas hutan mangrove di Indonesia. Intrusi air laut dan abrasi pantai akan semakin meluas serta gelombang laut akan semakin deras menerpa tanpa penahan hutan mangrove yang menghadang.
Langkah-langkah konstruktif dan aplikatif mesti segera digagas agar penyelamatan hutan mangrove di Indonesia dapat dilakukan. Upaya sosialisasi mesti dilaksanakan dengan melibatkan semua komponen masyarakat dan disaat yang sama aksi penanaman kembali lahan mangrove yang masih tersedia juga dilakukan secara simultan.
Mekanisme perizinan penggunaan lahan hutan Mangrove yang akan dialihfungsikan juga mesti dicermati secara seksama termasuk aplikasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan menjadi pra-syarat pendukung selain tentu saja mempertimbangkan efek ekologis pada lingkungan sekitar ketika alihfungsi hutan mangrove dilaksanakan.
Pemberdayaan Eksistensi Hutan Mangrove sebagai wahana wisata perlu menjadi perhatian tersendiri. Saya tertarik pada posting disitus Opojal yang beberapa fotonya saya gunakan diblog ini mengenai wisata ke hutan bakau di Tugurejo yang terletak di Desa Tapak, Tugurejo, Semarang Barat. Sangat mengesankan membaca reportase petualangan menyusuri hutan bakau yang indah dan bukan tidak mungkin untuk diterapkan di daerah lain yang memiliki potensi serupa.Tak perlu jauh-jauh ke Semarang, saya berharap banyak bisa menikmati pesona hutan Mangrove di Babelan, Bekasi. Mendengar kicau burung bernyanyi yang hinggap didahan bakau, hamparan hijau di pesisir yang berpadu harmonis dengan birunya laut dan langit serta menyusuri rimbun mangrove yang teduh, sungguh merupakan sebuah sensasi tersendiri dan pasti melekat di sanubari.
Semoga di tahun hutan Internasional sekarang, kita bisa memberikan kontribusi terbaik pada hutan Mangrove kita. Menyadari betapa pentingnya memelihara ekosistem ini pada wilayah pesisir merupakan sebuah modal besar untuk kehidupan yang lebih baik di masa datang. Semoga.
Catatan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar